Pengertian Politik Pertanian
Gemaums,
(2009) dalam tulisannya yang berjudul Politik Pertanian Dalam Islam. Menurutnya
Politik pertanian Islam dapat dilihat dari berbagai kebijakan yang seharusnya
ditempuh oleh negara di bidang pertanian baik itu sektor produksi (primer),
sektor industri (sekunder) maupun sektor perdagangan dan jasa (tersier). Oleh
karena itu, ketika membicarakan politik pertanian Islam, maka itu berarti kita
akan membahas politik pertanian di sektor produksi, pengolahan (industri),
serta perdagangan dan jasa. Hal ini karena dalam kaca mata Sistem Ekonomi
Islam, sektor pertanian erat kaitannya dengan sektor industri, perdagangan,
jasa dan juga tidak terlepas dari sektor pertanahan. Atau dengan kata lain
politik pertanian menurut Islam sangat erat kaitannya dengan politik
perindustrian, politik perdagangan, politik perburuhan, politik pertanahan dan
lain sebagainya. Untuk melihat bagaimana gambaran politik pertanian Islam, maka
akan dibahas berbagai kebijakan yang seharusnya ditempuh oleh negara/pemerintah
dibidang pertanian, baik itu sektor primer (produksi), sekunder (pengolahan dan
industri) maupun sektor tersier (perdagangan dan jasa). Untuk memberikan
gambaran yang lebih luas pertama-tama akan dibahas dulu politik ekonomi Islam.
Kemudian akan dibahas politik pertanian disektor primer, sekunder dan tersier
serta sektor pertanahan yang sangat erat kaitannya dengan pertanian.
Ruang Lingkup Politik Pertanian Dalam Islam Menurut Gemaums
(2009)
Kebijakan di Sektor Produksi Pertanian
Kebijakan
pertanian yang ditempuh oleh pemerintah di produksi primer dijalankan dalam
rangka meningkatkan produksi pertanian. Untuk mencapainya dapat dilakukan
dengan jalan intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan
berbagai cara yang dapat meningkatkan produktivitas lahan. Sedangkan
ekstensifikasi dilaklukan dengan berbagai cara yang dapat menambah luas lahan
pertanian yang dapat ditanami.
Intensifikasi
pertanian ditempuh dengan jalan penggunaan sarana produksi pertanian yang lebih
baik seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan yang diperlukan dalam rangka
meningkatkan produktivitas pertanian. Untuk itu kebijakan subsidi untuk
keperluan sarana produksi pertanian dapat dilakukan. Hal lain yang dapat
dilakukan dengan jalan menyebarluaskan teknik-teknik modern yang lebih efisien
dikalangan petani. Dalam rangka intensifikasi ini juga, negara harus
menyediakan modal yang diperlukan bagi yang tidak mampu. Penyediaan modal
tersebut menurut pandangan Islam adalah dengan jalan pemberian harta oleh
negara (hibah) kepada individu yang tidak mampu agar mereka dapat mengolah
lahan yang dimilikinya. Pemberian ini tidak dilakukan dengan jalan hutang,
tetapi semata-mata pemberian cuma-cuma untuk keperluan produksi pertanian.
Dengan cara ini petani-petani yang tidak mampu tidak akan terbebani untuk
mengembalikan hutang. Dengan demikian produksi pertanian mereka benar-benar
dapat digunakan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan pokok mereka.
Ekstensifikasi
pertanian dilakukan untuk meningkatkan luasan lahan pertanian yang diolah.
Untuk itu negara akan menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya
perluasan lahan pertanian yang diolah. Beberapa kebijakan tersebut adalah bahwa
negara akan menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan
menghidupkan lahan mati (ihyaul mawat). Negara akan mendorong agar masyarakat
menghidupkan tanah mati dengan jalan mengolahnya, memagarinya serta
memnfaatkannya untuk keperluan hidup mereka. Selain itu negara akan memberikan
tanah secara cuma-cuma kepada siapa saja yang mampu dan mau bertani namun tidak
memiliki lahan pertanian atau memiliki lahan pertanian yang sempit. Bahkan
negara akan memaksa kepada siapa saja yang memiliki lahan pertanian agar mereka
mengolahnya.
Agar
politik pertanian yang dijalankan dapat mendukung tercapainya tujuan politik
ekonomi Islam yakni terpenuhinya kebutuhan pokok, maka berbagai kebijakan di
sektor produksi primer harus ditujukan pada upaya meningkatkan produksi
pertanian untuk komoditi-komoditi penting. Untuk itu strategi peningkatan produksi
pertanian harus diarahkan pada :
Pertama
: Meningkatkan produksi bahan makanan, mengingkat bahan makanan merupakan
kebutuhan pokok masyarakat. Meningkatkan produksi bahan makanan pokok
diperlukan agar dapat menyediakan bahan makanan yang cukup seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Selain itu juga untuk mengantisifasi bahaya
kelaparan ketika datangnya musim paceklik atau karena adanya bencana alam atau
dalam keadaan dimana negara Islam sedang menghadapi embargo ekonomi akibat
peperangan dan jihad yang dilakukan.
Kedua
: Meningkatkan produksi bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat pakaian
seperti kapas, wool, pohon rami dan sutra. Hal ini mutlak diperlukan sebab
bahan-bahan tersebut diperlukan agar dapat memenuhi kebutuhan pokok berupa
sandang (pakaian). Dengan tersedianya bahan-bahan ini secara mencukupi, maka
dapat menjauhkan diri manusia dari bahaya telanjang dan butuhnya pakaian dalam
keadaan apapun apabila negara Islam dihadapkan pada embargo ekonomi
negara-negara kafir.
Ketiga
: Meningkatkan komoditi-komoditi yang memiliki potensi pasar luar negeri yang
menguntungkan. Komoditi-komoditi pertanian penting baik itu yang berupa bahan
pangan maupun bahan-bahan untuk pakaian adalah komoditi yang harus menjadi
prioritas. Komoditi-komoditi ini umumnya dapat menjadi andalan negeri-negeri
berkembang sebab negeri-negeri tersebut mempunyai sarana-sarana potensial yang
dapat mendukung hal tersebut.
Kebijakan di Sektor Industri Pertanian
Dalam
sektor perindustrian termasuk industri pertanian, nagara hanya akan mendorong
berkembangnya sektor riil saja, sedangkan sektor non riil yang diharamkan tidak
akan diberi sebuah kesempatan pun untuk berkembang. Kebijakan ini hanya akan
tercapai jika negara bersikap adil dengan tidak memberikan hak-hak istimewa
dalam bentuk apapun kepada pihak-pihak tertentu. Baik itu hak monopoli dan
pemberian fasilitas khusus. Seluruh pelaku ekonomi akan diperlakukan secara
sama. Negara hanya mengatur jenis komoditi dan sektor industri apa saja yang
boleh atau tidak boleh dibuat. Selanjutnya, seleksi pasar akan berjalan seiring
dengan berjalannya mekanisme pasar. Siapa saja berhak untuk memenangkan
persaingan secara wajar dan fair. Tentunya, pelaku ekonomi yang memiliki
kualitas dan profesionalitas yang tinggi yang akan dapat memenangkan
persaingan.
Industri
pertanian akan tumbuh dengan baik, jika sarana dan prasarana yang mendukung
tumbuhnya industri pertanian tersedia secara memadai. Sarana dan prasarana
tersebut mulai dari tersedianya bahan baku industri pertanian, yakni
bahan-bahan pertanian yang memadai dan harga yang layak, jaminan harga yang
wajar dan menguntungkan serta berjalannya mekanisme pasar secara transparan
serta tidak ada distorsi yang disebabkan oleh adanya kebijakan yang memihak.
Selain itu juga adanya prasarana jalan, pasar dan lembaga-lembaga pendukung
lainnya seperti lembaga penyuluhan pertanian, lembaga keuangan yang menyediakan
modal bagi usaha sektor industri pertanian. Hal ini semua diperlukan agar
industri pertanian dapat tumbuh dengan baik.
Kebijakan di Sektor Perdagangan Hasil
Pertanian
Sedangkan
disektor perdagangan, negara harus melakukan berbagai kebijakan yang dapat
menjamin terciptanya mekanisme pasar secara transparan, tidak ada manipulasi,
tidak ada intervensi yang dapat menyebabkan distorsi ekonomi serta tidak ada
penimbunan yang dapat menyebabkan kesusahan bagi masyarakat. Untuk itu ada
beberapa kebijakan yang harus ditempuh pemerintah agar industri pertanian dapat
tumbuh dengan baik, yaitu :
Pertama
: Negara harus menyediakan berbagai prasarana jalan, pasar dan sarana
transportasi yang dapat mengangkut hasil pertanian dan hasil industri pertanian
secara cepat dan dengan harga murah. Dengan cara ini maka produk-produk
pertanian dan produk-produk industri pertanian dapat diperoleh dengan harga
yang murah karena biaya transportasi yang murah.
Kedua
: Negara harus menjamin agar mekanisme harga komoditi pertanian dan harga
komoditi hasil industri pertanian dapat berjalan secara transparan dan tanpa
ada manipulasi. Untuk itu negara harus membuat kebijakan yang dapat menjamin
transparannya harga komoditi pertanian. Berbagai penipuan dalam bentuk
manipulasi harga komoditi pertanian dan hasil industri pertanian harus dicegah
dan negara dapat memberikan sanksi kepada siapa saja melakukan penipuan
terhadap harga tersebut. Upaya memanfaatkan ketidaktahuan sekelompok orang agar
dia dapat memperoleh keuntungan yang sangat besar adalah adalah harus dicegah.
Karena itu dilarang untuk menghadang kafilah yang akan masuk pasar agar dapat
memperoleh harga yang sangat murah, kemudian menjualnya di pasar. Dalam hal ini
telah diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa :
“Rasulullah
saw telah melarang melakukan penghadangan terhadap para pedagang” (HR.
Bukhari-Muslim)
Juga
diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Janganlah
kalian hadang kafilah-kafilah (orang-orang yang berkendaraan) dan janganlah
orang yang hadir (orang di kota) menjualkan barang milik orang desa.” (HR
Bukhari-Muslim)
Larangan
Rasulullah saw terhadap aktivitas ini, agar harga yang berlaku benar-benar
transparan dan tidak ada yang memanfaatkan ketidaktahuan satu pihak –baik
penjual maupun pembeli—. Dengan demikian harga yang berlaku adalah harga pasar
yang sebenarnya.
Ketiga
: Pemerintah harus membuat kebijakan yang dapat menjamin terciptanya harga yang
wajar berdasarkan mekanisme pasar yang berlaku. Mekanisme pasar yang berjalan
normal, perekonomian akan berjalan dengan sebaik-baiknya. Begitu terjadi
gangguan dalam mekanisme pasar, perekonomian akan goncang dan distribusi
kekayaan akan tersumbat. Maka, adalah sebuah kewajiban jika secara preventif
negara menjaga agar mekanisme pasar dapat berjalan. Negara juga akan mengawasi
mekanisme penawaran dan permintaan untuk mencapai tingkat harga yang didasari
rasa keridlaan. Inilah mekanisme pasar yang diajarkan oleh Islam. Islam bahkan
melarang negara mempergunakan otoritasnya untuk menetapkan harga baik harga
maksimum maupun harga dasar.
Keempat
: Pemerintah harus dapat mencegah terjadinya berbagai penipuan yang sering
terjadi dalam perdagangan baik penipuan yang dilakukan oleh penjual maupun yang
dilakukan oleh pembeli. Penipuan dilakukan oleh penjual dengan jalan mereka
menyembunyikan cacat barang dagangan dari pembeli. Dalam hal ini Rasulullah saw
bersabda :
“Tidak
halal bagi seseorang yang menjual sesuatu, melainkan hendaklah dia menerangkan
(cacat) yang ada pada barang tersebut.” (HR. Ahmad)
Sedangkan
penipuan yang dilakukan oleh pembeli adalah dengan jalan memanipulasi alat
pembayarannya (baik berupa uang maupun barang).
Kelima
: Pemerintah harus mencegah berbagai tindakan penimbunan produk-produk
pertanian dan kebutuhan pokok lainnya. Penimbunan merupakan suatu cara bagi
manusia yang dapat memperbesar harta kekayaannya. Penimbun adalah orang yang
mengumpulkan barang-barang dengan menunggu waktu naiknya harga barang-barang
tersebut, sehingga dia bisa menjualnya dengan harga yang tinggi, sementara
masyarakat mengalami kesulitan untuk menjangkau harganya. Cara seperti ini
adalah cara yang telah diharamkan oleh Islam. Dalam hal ini rasulullah saw
bersabda :
“Tidak
akan menimbun (barang) kecuali orang yang berdosa” (HR. Muslim)
“Sejelek-jelek
manusia adalah orang yang suka menimbun, jika mendengar harga murah dia merasa
kecewa, dan jika mendengar harga naik dia merasa gembira.” (HR. Ibnu Majah dan
Hakim)
Keenam
: Pemerintah harus dapat mencegah perselisihan yang terjadi akibat
tindakan-tindakan spekulasi dalam perdagangan. Banyak sekali jenis-jenis
spekulasi yang mengandung kesamaran yang dilarang oleh Islam, sebagaimana
dinyatakan dalam berbagai hadits.
Jabir
meriwayatkan bahwa, “Nabi saw. telah melarang muhaqalah, muzabanah, mukhabarah
dan tsunaiya kecuali diketahui.” (HR. Tirmidzi).
Anas
meriwayatkan bahwa, “Rasulullah saw. telah melarang muhaqalah, mukhadarah,
mulamasah, munabazah dan muzabanah. (HR. Bukhari)
Sistem
muhaqalah merupakan panjualan komoditas pertanian yang belum dipanen untuk
memperoleh hasil panen yang kering. Penjualan secara munabazah berarti
seseorang menawarkan barang yang dia miliki kepada orang lain dan penjualan
tersebut dianggap sah meskipun orang tersebut tidak memegang atau melihat
barang tersebut. Hal ini berarti penjual langsung melemparkan barang kepada
pembeli tanpa memberi kesempatan kepada pembeli untuk memeriksa barang dan
harganya. Rasulullah saw. melarang praktek jual beli ini karena terdapat
kemungkinan unsur penipuan dan kesalahan.
Penjualan
secara mulamasah artinya seseorang menjual sebuah barang dengan boleh memegang
tapi tanpa perlu membuka atau memeriksanya. Hal ini dilarang oleh Rasulullah
s.a.w karena keburukannya sama seperti cara munabazah.
Abu
Said al Khudri meriwayatkan bahwa “Rasulullah melarang penjualan dengan cara
Mulamasah”. (Diriwayatkan pula oleh Anas dan Abu Hurairah).
Kedua
bentuk perdagangan seperti ini dilarang oleh Rasulullah saw. karena keduanya
tidak memberi kesempatan pembeli memeriksa atau melihat barang yang dibelinya
dan dapat dengan mudah ditipu atau dikelabui.
Dalam
bentuk penjualan muzabanah, buah-buahan ketika masih di atas pohon sudah
ditaksir dan dijual sebagai alat penukar untuk memperoleh kurma dan anggur kering.
Secara sederhana dapat dikatakan sebagai menjual buah-buahan segar untuk
memperoleh buah-buahan kering. Rasulullah melarang cara seperti ini karena
didasari atas perkiraan dan dapat merugikan satu pihak jika perkiraan temyata
salah.
Sebenarnya,
jual beli buah yang ada pada pohon tidak termasuk pada jual beli majhul atau
jual beli barang yang tidak ada, sebab komoditasnya yaitu buah memang sudah ada
di atas pohon. Berkaitan dengan persoalan ini ada beberapa hal yang penting
diperhatikan. Pertama, bila buah itu belum layak dikonsumsi maka tidak boleh
memperjualbelikannya.
Jabir
menyatakan tentang Nabi SAW : “Rasulullah SAW melarang berjual beli pohon
hingga baik (matang)” (HR. Muslim).
“Rasulullah
SAW melarang berjual beli buah hingga nampak kelayakannya.” (HR. Imam Muslim)
Hadits-hadits
ini dan masih banyak yang lainnya menunjukkan larangan menjualbelikan
buah-buahan sebelum matang. Kedua, dari hadits-hadits itu pula dapat dikatakan
bahwa bila buah-buahan itu sudah mulai nampak kelayakannya untuk dimakan maka
boleh diperjualbelikan. Berdasarkan hal ini, sistem ijon yang membeli padi saat
masih hijau dan belum nampak kelayakannya termasuk yang dilarang.
Politik Pertanahan Menurut Islam
Tanah
merupakan faktor produksi paling penting yang menjadi bahan kajian paling
serius para ahli ekonomi, karena sifatnya yang khsusus yang tidak dimiliki oleh
faktor produksi lainnya. Sifat itu antara lain tanah dapat memenuhi kebutuhan
pokok dan permanen manusia, tanah kuantitasnya terbatas dan tanah bersifat
tetap. Sifat lainnya adalah tanah bukan produk tenaga kerja. Segala sesuatu
yang lain adalah produk tenaga kerja kecuali tanah. Di dalam masyarakat,
permasalahan tanah juga telah menjadi penyebab pertentangan, pertikaian dan
pertumpahan darah di dalam masyarakat atau antar masyarakat. Tanah juga memberi
andil besar dalam perubahan struktur dan sistem masyarakat. Sistem ekonomi
kapitalisme maupun sosialisme dalam hal ini sedikit banyak dipicu karena
kecemburuan sosial terhadap orang-orang yang memiliki tanah karena hak-hak
istimewa dan menjadikannya sebagai alat eksploitasi masyarakat.
Pemilikan
tanah dianggap suatu tipe kepemilikan yang par excellence (paling istimewa) di
negara-negara kapitalis. Tanah boleh dimiliki oleh indivdu seluas-luasnya,
bahkan menyewakannya kepada masyarakat dengan harga sewa dan harga jual yang
dilakukan sewenang-wenang. Akibatnya cukup serius, harga bahan pokok naik dan
inflasi terjadi. Bagi negara, tanah menjadi lahan subur bagi perolehan pajak.
Gerakan Henry George tentang pajak tunggal (1886), yang memiliki jutaan
pengikut di Amerika Serikat, berdasarkan fakta-fakta seperti itu ia berpendapat
bahwa pada prinsipnya penyewaan tanah akan memberikan nilai tambah dan karena
itu dapat dikenakan pajak tinggi tanpa perlu mengubah perangsang produksi.
Mekanisme Penguasaan Tanah
Hingga
kini persoalan kepemilikan dan penguasaan tanah masih menjadi agenda utama
perekonomian. Di beberapa negara feodal dimana tanah banyak dikuasai oleh tuan
tanah, ketimpangan kepemilikan dipecahkan dengan land reform. Jepang, Korea
Selatan dan Taiwan adalah negara paling intens dalam sejarah modern yang
menjalankan land reform setelah perang dunia kedua. Land reforms dijalankan
dengan tujuan menghapuskan, secara psikologis dan materiil¸tuan-tuan tanah yang
menjadi motor penggerak di belakang negara-negara ini untuk mengobarkan perang.
Reformasi ini berdampak sangat jauh dalam mempersamakan distribusi pendapatan
di pedesaan dan turut menjaga perbedaan pendapatan antara kota dan desa
sehingga menjadi lebih sempit daripada negara lain. Akibat reformasi ini,
kekuatan kaum feodal menjadi hancur, meniadakan persewaan tanah pertanian dan
membatasi kepemilkan tanah garapan.
Sistem
ekonomi Islam memandang kepemilikan tanah harus diatur sebaik-baiknya karena
mempengaruhi rangsangan produksi. Islam secara tegas menolak sistem pembagian
penguasaan tanah secara merata di antara seluruh masyarakat sebagaimana yang
menjadi agenda land reform. Namun demikian, Islam juga tidak mengijinkan
terjadinya penguasaan tanah secara berlebihan di luar kemampuan untuk
mengelolanya. Karenanya, hukum-hukum seputar tanah dalam pandangan Islam
memiliki karakteristik yang khas dengan adanya perbedaan prinsip dengan sistem
ekonomi lainnya.
Sistem
ekonomi Islam mengakui tanah termasuk dalam kategori kepemilikan individu
apabila tidak ada unsur-unsur yang menghalanginya seperti terdapat kandungan
bahan tambang atau dikuasai oleh negara. Ketika kepemilikan ini dianggap sah
secara syariah, maka pemilik tanah memiliki hak untuk mengelolanya maupun
memindahtangankan secara waris, jual beli dan pembelian. Sebagaimana
kepemilikan individu lainnya, kepemilikan atas tanah ini bersifat pasti tanpa
ada pihak lain yang dapat mencabut hak-haknya. Negara melindungi harta milik
warga negara dan melindunginya dari ancaman gangguan pihak lain.
Dengan
demikian, kepemilikan atas tanah dapat dilakukan dengan prinsip yang sama
dengan komoditas lainnya. Tanah dapat dikuasai dengan waris, hadiah, dan jual
beli sebagaimana komoditas lainnya pun dapat dilakukan dengan transaksi ini.
Namun demikian, sistem ekonomi Islam juga telah menetapkan mekanisme lainnya
dalam penguasaan tanah secara khusus yaitu menghidupkan tanah mati dan
pemberian oleh negara.
Pengelolaan Lahan Pertanian
Konsepsi
kepemilikan tanah mengenai tanah mati dan kemudian dapat dimiliki secara
cuma-cuma bagi siapa saja yang menghidupkannya menyiratkan maksud tanah yang
dimanfaatkan lebih disukai dibandingkan tanah yang terlantar. Sistem ekonomi
manapun pasti menyadari hal ini karena peran penting tanah sebagai faktor produksi
bahan kebutuhan pokok manusia. Sistem Islam sendiri, dengan merujuk berbagai
hukum seputar tanah menunjukkan perhatiannya yang besar tentang hal ini.
Bahkan, pemberian tanah pertanian oleh negara dimaksudkan untuk dikelola agar
dapat memberikan kontribusi penyediaan pangan dan kebutuhan pokok lainnya yang
dapat dihasilkan tanah dan bukan untuk ditelantarkan. Kasus Bilal al Muzni
dapat menggambarkan dorongan ini.
Yunus
menceritakan dari Muhammad bin Ishaq dari Abdullah bin Abu Bakar berkata:
“Bilal bin Al-Harits AI-Muzni datang kepada Rasulullah saw., lalu dia meminta
sebidang tanah kepada beliau. Beliau kemudian memberikan tanah yang berukuran
luas kepadanya.” Ketika pemerintahan dipimpin oleh khalifah Umar, dia (Umar)
berkata kepadanya: “Wahai Bilal, engkau telah meminta sebidang tanah yang luas
kepada Rasulullah saw. Lalu beliau memberikannya kepadamu. Dan Rasulullah saw.
tidak pemah menolak sama sekali untuk dimintai, sementara engkau tidak mampu
(menggarap) tanah yang ada di tanganmu.” Bilal menjawab: “Benar.” Umar berkata:
“Lihatlah, mana di antara tanah itu yang mampu kamu garap, maka milikilah. Dan
mana yang tidak mampu kamu garap, serahkanlah kepada kami, dan kami akan
membagikannya kepada kaum Muslimin. ” Bilal berkata: “Demi Allah, aku tidak
akan melakukan sama sekali dan memberikan apa yang diberikan oleh Rasulullah
saw.” Umar berkata: “Demi Allah, engkau hendaknya benar-benar menggarapnya.”
Kemudian Umar mengambil tanah yang tidak mampu dia garap dari Bilal, lalu dia
membagikan kepada kaum Muslimin.
Yahya
bin Adam meriwatkan melalui sanad Amru bin Syu’aib mengatakan: “Rasulullah saw.
telah memberi sebidang tanah kepada beberapa orang dari Mazainah atau Juhainah,
kemudian mereka mengabaikannya, lalu ada suatu kaum menghidupkannya. Umar
berkata: “Kalau seandainya tanah tersebut pemberian dariku, atau dari Abu
Bakar, tentu aku akan mengembalikannya, akan tetapi (tanah tersebut) dari
Rasulullah saw.” Dia (Amru bin Syu’aib) berkata: “Umar mengatakan: ‘Siapa saja
yang mengabaikan tanah selama tiga tahun, yang tidak dia kelola, lalu ada orang
lain mengelolanya, maka tanah tersebut adalah miliknya.”
Hadits
ini tegas menjelaskan, bahwa bila pemilik tanah tersebut tidak mampu menggarap
tanahnya dan membiarkannya selama tiga tahun, maka tanah tersebut akan diambil
oleh negara dari pemiliknya dan diberikan kepada orang lain, sebagaimana yang
telah dilakukan oleh Umar bin Khaththab kepada Bilal AI-Muzni terhadap tambang
yang dimiliki oleh kabilahnya - yang terletak di sebelah Fara’ di daerah Hijaz.
Pengambilalihan
tanah yang ditelantarkan selama jangka waktu tiga tahun berlaku untuk semua
jenis tanah pertanian baik yang diperoleh dari pembelian, waris, hadiah,
pemberian negara maupun menghidupkan tanah mati. Hal ini karena illat (sebab
hukum) dicabutnya tanah adalah penelantaran selama tiga tahun tanpa memandang
jenis tanah tersebut. Jadi, tiap pemilik tanah yang membiarkan tanahnya selama
tiga tahun, maka tanahnya akan dicabut dan diberikan kepada
orang
lain, dari mana pun asal pemilikan tanah tersebut. Hal ini tidak bisa dianggap
telah mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah. Sebab, syariah
telah menjadikan pemilikan tanah pertanian dengan cara dikelola. Semuanya ini
adalah agar tanah tersebut selalu ditanami dan dikelola secara optimal.
Oleh
karena itu, seorang pemilik tanah boleh menanami tanahnya dengan alatnya,
benih, hewan dan pekerja-pekerjanya. Dia juga boleh mempekerjakan para pekerja
untuk menanaminya. Apabila dia tidak mampu untuk mengusahakannya, maka dia akan
dibantu oleh negara. Namun, apabila tanah tersebut tidak ditanami oleh
pemiliknya, maka tanah tersebut akan diberikan kepada orang lain sebagai
pemberian cuma-cuma, tanpa kompensasi apa pun, lalu dia menggarapnya. Apabila
pemiliknya tidak menggarapnya dan tetap menguasainya, maka dibiarkan selama
tiga tahun. Apabila tanah tersebut dibiarkan – tanpa dikelola - selama tiga
tahun, maka negara akan mengambil tanah tersebut dari pemiliknya dan diberikan
kepada yang lain. Bagi siapa saja yang membutuhkan (biaya perawatan) akan
diberi sesuatu (modal) dari baitul mal, sehingga orang yang bersangkutan bisa
mengelolanya secara optimal.
Teori Kesejahteraan Petani
Menurut A.T. Mosher mensejahterakan
petani dengan pembengunan pertanian dengan 5 syarat pokok (esensial), kelima
syarat tersebut adalah :
- Pasaran
untuk hasil usaha tani yang mencakup permintaan dalam negeri, permintaan
internasional, pengembangan sisitem tataniaga dan tindakan pemerintah dan
swasta terhadap tataniaga.
- Teknologi
yang selalu berubah dalam artian teknologi baru harus member harapan akan
tercapainya tambahan hasil yang lumayan
- Tersedianya
sarana produksi dan peralatan secara local seperti yang telah dilakukan
Indonesia dahulu yaitu Panca Usaha dalam BIMAS.
- Perangsang
produksi bagi petani ini mencakup : perbandingan harga yang menguntungkan,
pembagian hasil yang wajar, dan tersedianya barang dan jasa yang ingin
dibeli oleh petani untuk keluarganya.
- Pengangkutan,
tanpa adanya pengengkutan yang efisien dan murah keempat syarat pokok
diatas tidak dapat dijalankan secara efektif.
Aplikasinya
Revitalisasi
Pertanian tahun 2005: “revitalisasi pertanian” – komitment (janji) untuk
peningkatan pendapatan pertanian untuk GDP, pembangunan agribisnis yang mampu
menyerap tenaga kerja dan swasembada beras, jagung serta palawija. Program ini
belum dirasakan sebagai program yang telah mensejahterakan petani.
Sumber :
- A.T. Mosher. 1966. Menggerakan dan membangun pertanian.
Yasaguna. Jakarta