KONSEP DAN ETIKA AGRIBISNIS KERAKYATAN
1.
Problema
Etika Agribisnis yang di cermati pada Keseluruhan Sistem Agribisnis yang
terdiri dari Sub-sistem Hulu, On Farm, Hilir dan Pendukung
Konsep Agribisnis
dan Kelembagaan Petani
Agribisnis merupakan istilah yang
baru dikenal sejak awal dekade 1970-an di Indonesia. Agribisnis adalah
kegiatan ekonomi yang berhulu pada dunia pertanian yang mencakup semua kegiatan
mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pada kegiatan
tataniaga produk pertanian yang dihasilkan oleh usahatani
Agribisnis memiliki dua konsep pokok yakni :
·
Agribisnis sebagai suatu sistem yang koordinatif atau
integratif dan terdiri dari beberapa subsistem.
Sebagai suatu sistem, agribisnis terdiri dari: (a)
subsistem pengadaan sarana produksi pertanian, (b) subsistem usahatani (on
farm), (c) subsistem pengolahan hasil pertanian (off farm atau agroindustry),
(d) subsistem pemasaran, dan (e) subsistem sarana dan prasarana penunjang,
kelembagaan, politik dan lingkungan.
·
Agribisnis sebagai suatu bisnis.
Sebagai suatu bisnis, agribisnis berarti setiap usaha
komersial terkait dengan kegiatan produksi pertanian, bisa berupa kegiatan
pengusahaan sarana produksi (input) pertanian atau pengusahaan
pertanian itu sendiri atau juga pengusahaan pengolahan hasil (output)
pertanian.
Keterkaitan antarsubsistem dalam sistem agribisnis
ditunjukkan pada Gambar 1 sebagai berikut :
Add.1
Subsistem Agribisnis Hulu
Subsistem agribisnis hulu akan menentukan keberhasilan
proses produksi pada subsistem usahatani. Hal yang paling penting dalam
subsistem agribisnis hulu adalah ketersediaan sarana produksi pada waktu,
jumlah, mutu dan harga yang tepat karena proses produksi usahatani pada umumnya
sangat tergantung kepada musim dan proses biologis tanaman.
Problema
etika yang sering muncul :
Biasanya para petani menghadapi permasalahan yang komplek
dalam pengadaan sarana produksi seperti, ketersediaan sarana produksi sangat
terbatas, tidak tepat waktu serta harga
yang tidak terjangkau karena adanya inflatoar gap (ada problema dari
faktor etika).
Seharusnya
permasalahan tersebut dapat diatasi bila kelompok tani dan koperasi yang ada
berfungsi dengan baik. Disini bisa dilihat terjadinya problema etika yang
berakibat kepada petani. Ini memungkinkan munculnya peluang ketidakdilan di
tingkat petani.
Subsistem agribisnis hulu ini biasanya tidak netral terhadap
skala usaha, semakin banyak petani yang membutuhkan sarana produksi maka akan
semakin murah harganya. Oleh karena itu peran kelompok tani dan koperasi
dalam menangkap adanya manfaat ekonomi dari skala usaha menjadi sangat
penting. Dan salah satu alternatifnya aalah melalui kelompok tani dan
koperasi, pengadaan sarana produksi dapat dilakukan secara lebih efektif dan
efisien.
Add.
2 Subsistem Usahatani
Subsistem usahatani merupakan subsistem yang juga penting
karena pada subsistem ini akan diperoleh produksi pertanian yang dapat
dikonsumsi untuk pemenuhan kebutuhan pangan penduduk atau dijadikan sebagai
bahan baku bagi industri pengolahan hasil pertanian atau sebagai sumber energi
alternatif (bioenergi).
Problema
yang sering muncul :
Masalah yang sangat berat dalam berusahatani adalah
tingginya resiko dan ketidakpastian yang ditimbulkan dari proses produksi dan
faktor alam. Kegagalan produksi karena lemahnya manajemen usahatani dan/atau
gejolak alam amatlah sering dihadapi para petani. Oleh karena itu
introduksi teknologi irigasi pompa atau irigasi teknis merupakan salah satu
upaya untuk menekan resiko dan ketidakpastian usaha. Disinilah sangat
dituntut daya adaptasi dan inovasi petani guna meningkatkan hasil produksi
usahatani.
Add.
3 Subsistem Agribisnis Hilir
Subsistem selanjutnya adalah subsistem agribisnis hilir
mulai dari pemasaran input, bahan baku agroindustri hingga pemasaran produk
hasil olahan agroindustri. Umumnya pemasaran dalam sistem agribisnis diserahkan
kepada para pedagang yang biasanya relatif lebih baik posisi tawarnya
dibandingkan dengan petani. Subsistem ini sebaiknya diusahakan secara efisien
agar sistem agribisnis secara keseluruhan mampu memberikan keuntungan kepada
semua partisipan. Efisiensi produksi pada masing-masing subsistem merupakan
syarat keharusan dalam pengembangan agribisnis namun Problema yang sering
muncul adalah belum cukupnya atau tidak ada lembaga yang mengkoordinasikan
para pelaku atau partisipan antara masing-masing subsistem dalam sistem agribisnis
dengan biaya transaksi yang minimal.
Add.
4 Subsistem Penunjang
Subsistem terakhir yang tak kalah pentingnya adalah subsistem
penunjang yang dapat terdiri dari faktor lingkungan, lingkungan alam, sosial
dan budaya, sarana dan prasarana pendukung, struktur pasar dan kebijakan
pemerintah. Meski faktor tersebut amatlah sukar dikelola oleh para petani
namun pemahaman tentang faktor-faktor tersebut akan menolong para petani dalam
menjalankan bisnisnya secara efektif dan efisien. Pengembangan agribisnis keluarga
petani sangat memerlukan dukungan prasarana perhubungan dan sarana
transportasi, lembaga keuangan, pasar yang kompetitif dan dukungan kebijakan
pemerintah yang menjamin adanya perlindungan bagi usaha kecil dari praktek
monopoli dan monopsoni. Disinilah pentingnya kebijakan publik disusun
bersama dengan melibatkan kelompok tani.
Problema
etika yang sering muncul : terkadang masih saja terjadi praktek monopoli dan
monopsoni
- Mengapa ini menjadi problem etika agribisnis.
Masyarakat petani merupakan komponen yang sangat penting mengingat
jumlahnya sangat banyak dan umumnya bergerak dibidang usahatani (on farm).
Tanpa adanya petani, maka agribisnis tidak mungkin berkembang dan tentu saja
produk-produk pertanian juga tidak cukup tersedia bagi kita.
Kenapa hal yang diulas di atas dikategorikan ke dalam probema etika? Hal
ini dikarenakan untuk membentuk suatu sistem agribisnis yang kokoh dan memiliki
daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai
(value-creation) yang tinggi, tentu diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem
prosedur yang transparan didukung oleh budaya dari setiap pelaku yang terlibat
didalamnya yang andal serta dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Haruslah difahami bahwa pada dasarnya praktek etika sistem agribisnis mulai
dari subsistem hulu hingga hilir akan mampu memberikan keuntungan kepada pelaku
agribisnis baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Jika semua pihak
yang terlibat menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam berlaku di segala
subsistem yang ada tentu akan berpengaruh positif terhadap peringkat kepuasan berusahatani,
terutama apabila subsistem yang lain tidak mentolerir tindakan yang tidak etis
misalnya diskriminasi, monopoli, ketidakadilan dan sebagainya. Jelas
sekali petani khususnya yang memiliki keterampilan dalam berusahatani yang
merupakan aset yang paling berharga bagi kita semua akan berusaha semaksimal
mungkin untuk bekerja dengan seefektif dan seefisien mungkin.
Karenanya untuk memudahkan penerapan etika dalam kegiatan agribisnis maka
nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam
manajemen korporasi yakni dengan cara
·
Menuangkan
etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
·
Memperkuat
sistem pengawasan di segala aspek agribisnis
·
Menyelenggarakan
pelatihan (training) untuk pelaku agribisnis yang terlibat secara terus menerus
- Identifikasi para pelaku yang tersangkut dengan problema etika yang dimaksudkan
- Problema etika di tingkat global tekait ’Globalisasi Pangan’
- Identifikasi dan problema etika pada Globalisasi Pangan
Terkait adanya pemanfaatan teknologi rekayasa genetika di bidang ketahanan
pangan, merupakan langkah yang gegabah
yang diambil oleh pemerintah Indonesia.Pemerintah janganlah bermain-main dengan
pangan rekayasa genetik, karena teknologi tersebut belum sepenuhnya terjamin
dari segi keamanan pangan dan sudah terbukti merugikan petani skala kecil (problema
etika akibat globalisasi pangan). Tentu langkah ini harus dicegah agar
benih rekayasa genetika tidak masuk ke Indonesia Indonesia
Ada empat hal yang menyebabkan benih rekayasa genetik tidak boleh
dikembangkan di Indonesia, yaitu :
- Dari aspek keamanan pangan.
Belum ada satu penelitian pun yang menjamin bahwa pangan rekayasa genetik
100 persen aman untuk di konsumsi. Malah dari beberapa riset akhir-akhir ini,
pangan hasil rekayasa genetika menjadi penyebab berbagai penyakit
- Dari aspek lingkungan.
Di beberapa negara yang mencoba menanam benih rekayasa genetik terjadi
polusi genetik. Lahan-lahan yang bersebelahan dengan tanaman rekayasa genetik
berpotensi untuk tercemar oleh gen-gen hasil rekayasa genetik. Sehingga petani
di sebelahnya yang menanam tanaman non rekayasa genetik bisa dituduh melanggar
hak cipta karena dinilai telah membajak hak cipta perusahaan benih, padahal
persilangan tersebut dilakukan oleh alam. Selain itu, tanaman rekayasa genetik
berpotensi merusak keseimbangan lingkungan di sekitarnya. Hama dan penyakit
tanaman akan lari ke ladang-ladang konvensional sehingga mau tidak mau petani
tersebut harus beralih menjadi pengguna benih rekayasa genetik yang harganya
mahal.
- Aspek legal.
Belum ada peraturan yang komprehensif mengenai pangan rekayasa genetik.
Memang ada UU pangan, UU Budidaya tanaman, dan UU perlindungan varietas tanaman
namun belum ada peraturan turunan dari UU tersebut yang secara rinci mengatur
produk pangan rekayasa genetik. Sehingga implementasinya di lapangan berpotensi
merugikan konsumen dan para petani.
- Aspek pengusaan ekonomi.
Berdasarkan pengalaman petani di berbagai negara dan juga para petani yang
pernah menjadi korban percobaan kapas rekayasa genetik di Sulawesi Selatan,
gembar-gembor benih yang dikatakan tahan terhadap serangan hama dan
produktivitasnya tinggi hanya omong kosong. Malah
petani di Sulsel yang beralih ke benih genetik mengalami kerugian besar akibat
ketergantungan penyediaan benih. Tiba-tiba harga benih melambung tinggi dan
susah dicari, sementara itu petani sendiri tidak bisa mengembangkan benih
secara swadaya karena teknologinya sarat modal. Hal ini menyebabkan kerugian yang besar dipihak petani
dan mereka mulai membakar ladang-ladang kapas mereka dan segera beralih ke
produk non transgenik. Petani hanya dijadikan objek untuk semata-mata
keuntungan dagang saja.
- Identifikasi dan jelaskan peran para pelaku yang tersangkut dengan problema etika pada Globalisasi Pangan tersebut
Dalam hal ini pemerintah dan sektor
swasta yang teridentifikasi menjadi salah satu objek dari problema etika pangan
global, sebaiknya harus memikirkan matang-matang terhadap niat dan langkah yang
di ambil, terutama jika memang ingin memenuhi pangan dunia.Karena jika
pengambilan keputusan tanpa pertimbangan, maka resiko yang akan dihadpi
nantinya akan cukup berbahaya terutama oleh masyrakat Indonesia.
Karenanya problema etika terkait rekayasa gentika pangan dunia perlu disikapi
dengan arif tanpa semata-mata bereaksi menolak. Karena kenyataan yang sudah
terjadi adalah bila tidak mengembangkan produk rekayasa genetik sendiri, tentu Indonesia
akan menjadi konsumen produk rekayasa genetik yang diproduksi negara lain atau
perusahaan multinasional
- Kritik terhadap peran para pelaku dalam problema etika Globalisasi Pangan
Issu pengembangan rekayasa genetik pangan
yang belakangan ditiupkan oleh sejumlah
perusahaan agribisnis multinasional untuk menguasai pasar benih di Indonesia
jangan hanya diiki\uti. Perusaahaan multinasional hanya ingin memasarkan produk
rekayasa genetik karena teknologi ini tidak dikuasai para petani Indonesia.
Para petani tidak akan bisa memuliakan dan menangkar benih rekayasa genetik
sendiri. Sehingga dengan begitu para petani akan tergantung terhadap pasokan
benih dari perusahaan. Karena itu, pemerintah jangan takut ditekan oleh
perusahaan-perusahaan benih. Ambil sikap yang tegas terhadap problema ini.
Karena ini akan menyangkut kemaslahatan rakyat Indonesia terkhususnya petani
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar