Isu ketahanan pangan
menjadi topik penting di negeri ini karena pangan merupakan kebutuhan paling
hakiki yang menentukan kualitas sumberdaya manusia dan stabilitas sosial politik
sebagai prasayarat untuk melaksanakan pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah
sangat berkepentingan terhadap masalah pangan.
Dari sisi rasional,
kita perlu melihat bahwa pertanian sebagai sumber pangan bagi
masyarakat. Masyarakat harus mendapatkan pangan yang cukup dari
segi jumlah, harga terjangkau, aman dikonsumsi, dan akses yang
mudah. Pada kenyataanya, harga pangan yang ada di
Indonesia ditentukan oleh supply dan demand. Artinya, mekanisme pasar
sangat berperan dalam pembentukan harga.
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih
mementingkan perdagangan internasional daripada hak-hak rakyat atas pangan. Kaum
tani dan gerakan rakyat di pedesaan lainnya telah membuktikan bahwa
kebijakan-kebijakan neoliberal ini tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengurangi
kelaparan di dunia. Kebijakan-kebijakan
ini justru hanya meningkatkan ketergantungan rakyat pada impor pertanian dan
mengintensifkan peng-korporatisasian pertanian. Dengan demikian
kebijakan tersebut telah menyebabkan kelestarian genetika alam, warisan lingkungan
hidup serta budaya berada dalam bahaya besar sekaligus mengancam kesehatan
populasi dunia.
Sistem
pangan dan pertanian global berada di bawah monopoli dan kekuasaan perusahaan-perusahaan
raksasa yang memaksakan kebijakan ekonomi neoliberal dan perdagangan bebas. Dengan
berlakunya sistem tersebut, negeri-negeri terbelakang di mana mayoritas rakyat
miskin dan kelaparan berada dipaksa untuk bergantung pada ekspor pertanian. Pertanian sub-sisten berskala kecil
dilukiskan sedemikian rupa sebagai usaha yang tidak efesien karenya harus
disapu bersih melalui liberalisasi. Lahan besar yang sebelumnya
diperuntukkan untuk tanaman pangan telah dikoversikan menjadi tanaman
perkebunan atau untuk peruntukkan lainnya. Hal ini telah menghancurkan mata
pencarian jutaan orang di pedesaan serta memperburuk wajah kemiskinan dan kelaparan
yang telah berlangsung. Mendorong eksport dari perkebunan-perkebunan luas
dikiranya sebagai jalan terbaik untuk menghasilkan alat pembayaran luar negeri (valuta
asing,pen) yang dibutuhkan untuk mengimpor pangan.
Ketika
perdapatan kaum tani mengalami kemerosotan, baik karena tingginya biaya produksi
di satu sisi dan melimpah-ruahnya impor secara yang memaksa jatuhnya harga
produk lokal, harga konsumen justru bergerak naik. Gambaran ini menunjukkan fakta
bahwa kekuatan utama di balik naiknya harga sarana-sarana pertanian dan turunnya
harga komoditi pertanian yang juga menyebabkan tingginya harga pangan; adalah
adanya kontrol secara monopoli dari perusahaan-perusahaan transnasional seperti
Cargill, Monsanto, Nestle, dan sistem pangan dan pertanian lainnya.
Di Indonesia, fenomena
eskalasi harga kebutuhan pokok disebabkan oleh aspek suplai karena gangguan
sistem produksi dan distribusi di beberapa tempat. Siapa pun paham apabila
jalan rusak, harga eceran bahan pangan akan naik di titik konsumsi, bahkan
sangat signifikan dibandingkan harga jual petani atau di titik produksi.
Apabila peningkatan harga di titik konsumsi cukup proporsional dengan
peningkatan harga di titik produksi, maka dimensi keadilan masih dapat
diharapkan. Maksudnya, dampak positif bagi kesejahteraan petani biasanya juga
memberikan dampak bagi permintaan efektif di pedesaan, misalnya yang memberikan
nilai tambah di pedesaan. Perbaikan nilai tambah inilah yang merupakan salah satu
mesin penggerak pembangunan pedesaan, dan tentu saja pembangunan ekonomi di
Indonesia.Akan tetapi, karena karakter beberapa komoditas pangan di Indonesia
memiliki nilai elastisitas transmisi yang rendah, maka peningkatan harga di
titik konsumsi hanya sedikit yang dinikmati petani. Persentase kenaikan harga
di tingkat konsumen jauh lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan
harga di tingkat produsen.
Kebijakan harga
pertanian merupakan instrument umum dari intervensi pemerintah. Pemerintah
mengintervensi pada operasi pasar pertanian di negara-negara yang memiliki
perbedaan pembangunan ekonomi yang sangat lebar secara market-oriented dan
ekonomi sosialis. Mereka menginginkan pertanian untuk menyuplai surplus pangan,
bahan baku industri, tenaga kerja untuk industri, pendapatan dari pajak, dan
ekspor untuk perolehan devisa negara. Suatu mekanisme yang digunakan untuk
mengekstrak dan mentransfer surplus pertanian adalah kebijakan harga.
Disinsentifyang yang dihasilkan oleh harga output bersifat tidak dapat balik
(unreversed). Secara teoritis kebijakan harga dapat digunakan dalam mencapai
tiga tujuan, yaitu stabilisasi harga hasil-hasil pertanian, meningkatkan
kesejahteraan petani dalam konteks tingkat pendapatannya melalui perbaikan
dasar tukar (term of trade), dan memberi petunjuk serta arah bagi perencanaan
jumlah produksi
Terkait dengan daya
beli (purchasing power) kelompok miskin dalam situasi harga
pangan yang meroket, ada dua pilihannya, yaitu mengontrol harga dengan
menetapkan harga maksimum (ceiling price) atau meningkatkan
daya beli. Namun penetapan harga maksimum bukanlah pilihan yang baik karena
membutuhkan biaya administrasi dan pengawasan yang tinggi, sementara kemampuan
pemerintah terkait hal tersebut sangat terbatas dan amat beresiko. Sehingga
pilihan terbaik adalah meningkatkan daya beli dengan memberikan subsidi pangan
kepada penduduk miskin, yang notabene sebagian besar adalah petani di pedesaan
(rural sector).
Peran pemerintah dalam
menentukan harga pangan untuk tujuan mensejahterakan petani sangat diperlukan,
terlebih untuk mencegah permainan harga komoditas oleh para pedagang, yang
bukan saja mendatangkan kerugian bagi petani sebagai produsen tapi juga
masyarakat umum sebagai konsumen. Sehingga dampaknya bukan hanya pada tingkat
kesejahteraan petani saja namun bisa meluas pada ancaman ketahanan pangan
karena kenaikan atau ketidakstabilan harga pangan yang menyebabkan pada
turunnya kemampuan konsumen membeli pangan sehingga berakibat pada terjadinya
krisis pangan.
Di
bawah dominasi globalisasi, semakin lama semakin banyak rakyat yang jatuh
mengapung dalam arus kemiskinan. Program pembangunan alternatif yang
berkelanjutan sudah sangat mendesak, sebuah program yang akan dapat mengatasi
masalah kelaparan dan kekurangan nutrisi, pembangunan pedesaan, tersedianya
mata pencarian tetap dan memperhatikan kelestarianlingkungan.
Strategi
alternatif yang prospektif adalah membangun kemandirian dan kedaulatan pangan,
dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang ditopang oleh industri berbasis
pertanian, skim kredit lunak, dan pembangunan infrastruktur di perdesaan.
Kehadiran industri pertanian di perdesaan akan menciptakan pasar bagi produk
pertanian primer dan lapangan kerja baru di perdesaan.
Sebuah
negeri harus memiliki program dan kebijakan pangan yang tepat dan efektif untuk
memenuhi hak rakyat dan sebagai cerminan dari kedaulatan pangan. Misalnya dengan
mengetrapkan program-program dan kebijakan nasional untuk penyediaan, stok dan
distribusi pangan agar dapat mencukupi kebutuhan pangannya dengan bersandar
produksi negeri sendiri.
Sebagai kaum
intelektual mahasiswa dapat berperan memberi kontribusi secara
positif, sesuai peran yang dimiliki sekarang.Selain itu, mahasiswa juga
perlu menghargai budaya dan kearifan lokal karena dengan
mengkonsumsi pangan lokal yang memberikan nilai dan asupan gizi yang
sama. Di sisi yang lain, mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat
perlu melakukan perubahan pola konsumsi atau diversifikasi
pangan sejak dini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar