KEBUDAYAAN KEMISKINAN
Kebudayaan kemiskinan merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian
dan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka dalam masyarakat yang
berstrata kelas, sangat individualistis berciri kapitalisme. Sehingga yang
mempunyai kemungkinan besar untuk memiliki kebudayaan kemiskinan adalah
kelompok masyarakat yang berstrata rendah, mengalami perubahan social yang
drastic yang ditunjukkan oleh ciri-ciri :
1. Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin kedalam
lembaga-lembaga utama masarakat, yang berakibat munculnya rasa ketakutan,
kecurigan tinggi, apatis dan perpecahan.
2. Pada tingkat komunitas lokal secara fisik ditemui rumah-rumah
dan pemukiman kumuh, penuh sesak, bergerombol, dan rendahnya tingkat organisasi
diluar keluarga inti dan keluarga luas;
3. Pada tingkat keluarga ditandai oleh masa kanak-kanak yang
singkat dan kurang pengasuhan oleh orang tua, cepat dewasa, atau perkawinan
usia dini, tingginya angka perpisahan keluarga, dan kecenderungan terbentuknya keluarga matrilineal dan dominannya
peran sanak keluarga ibu pada anak-anaaknya;
4. Pada tingkat individu dengan ciri yang menonjol adalah kuatnya
perasaan tidak berharga, tidak berdaya, ketergantungan yang tinggi dan rasa
rendah diri;
5. Tingginya (rasa) tingkat kesengsaraan, karena beratnya
penderitaan ibu,lemahnya struktur pribadi, kurangnya kendali diri dan dorongan
nafsu, kuatnya orientasi masa kini, dan kekurang sabaran dalam hal menunda
keinginan dan rencana masa depan.
6. Kebudayaan kemiskinan juga membentuk orientasi yang sempit dari
kelompoknya,mereka hanya mengetahui kesulitankesulitan, kondisi setempat,
lingkungan tetangga dan cara hidup mereka sendiri saja, tidak adanya kesadaran
kelas walau mereka sangat sensitif terhadap perbedaanperbedaan status
.
Secara
sosiologis, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan ditentukan oleh tiga
faktor; yakni kesadaran manusia, struktur yang menindas, dan fungsi struktur
yang tidak berjalan semestinya. Dalam konteks kesadaran, kebodohan, kemiskinan
dan keterbelakangan biasanya merujuk pada kesadaran fatalistik dan menyerah
pada "takdir". Suatu kondisi diyakini sebagai pemberian Tuhan yang
harus diterima, dan perubahan atas nasib yang dialaminya hanya mungkin
dilakukan oleh Tuhan. Tak ada usaha manusia yang bisa mengubah nasib seseorang,
jika Tuhan tak berkehendak. Kesadaran fatalistik bersifat pasif dan pasrah
serta mengabaikan kerja keras.
Kemiskinan merupakan fenomena luar
biasa karena menyebabkan “efek domino” dalam menurunkan efek kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Karena merupakan masalah luar biasa, maka penaganannya juga harus bersifat
“luar biasa”.
Sudah seharusnyalah kita semua memerangi kemiskinan. Cara yang paling sederhana dalam memeranginya adalah dengan memastikan bahwa kita telah terbebas dari kemiskinan....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar